Minggu, 14 April 2013

Sejarah Telaga Sarangan

Asal Usul Telaga Sarangan yang kebetulan dekat dengan tempat tinggal saya
saya ingin semua orang tahu kalau magetan mempunyai tempat wisata yang lumayan bagus


















Indah, sejuk dan penuh cerita menarik, demikianlah kata yang tepat untuk menggambarkan tempat wisata keluarga Telaga Sarangan yang terletak di kaki Gunung Lawu, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur ini.

Danau atau yang biasa disebut telaga ini memiliki luas lebih kurang 30 hektar dan memiliki kedalaman sekitar 30 meter dan hanya berjarak 20 kilometer dari pusat kota Magetan, sehingga gampang ditempuh.
Berdasarkan informasi yang didapat dari petugas setempat, ditambah info dari tokoh dan wan warga setempat, nama lain dari Telaga Sarangan adalah Telaga Pasir. Hal ini karena berkaitan dengan cerita asal mula Telaga Sarangan.
Kyai Pasir dan Nyai Pasir adalah pasangan suami isteri yang hidup di hutan Gunung Lawu. Mereka tinggal di sebuah rumah (pondok) di lereng hutan Gunung Lawu sebelah Timur. Pondok itu dibuat dari kayu hutan dan beratapkan dedaunan. Dengan pondok yang sangat sederhana ini keduanya sudah merasa sangat aman serta tidak takut akan bahaya yang menimpanya, seperti gangguan binatang buas dan sebagainya. Lebih-lebih mereka telah lama hidup di hutan tersebut sehingga paham terhadap situasi lingkungan sekitar dan pasti dapat mengatasi segala gangguan yang mungkin akan menimpa dirinya.
Pada suatu hari pergilah Kyai Pasir ke hutan dengan maksud bertanam sesuatu di ladangnya, sebagai mata pencaharian untuk hidup sehari-hari. Oleh karena ladang yang akan ditanami banyak pohon-pohon besar, Kyai Pasir terlebih dahulu menebang beberapa pohon besar itu satu demi satu. Tiba-tiba Kyai Pasir terkejut karena mengetahui sebutir telur  terletak di bawah salah sebuah pohon yang hendak ditebangnya. Diamat-amatinya telur itu sejenak sambil bertanya di dalam hatinya, telur apa gerangan yang ditemukan itu. Padahal di sekitarnya tidak tampak binatang unggas seekorpun yang biasa bertelur. Tanpa berpikir panjang lagi, Kyai Pasir segera pulang membawa telur itu lalu diberikan kepada isterinya.
Kyai Pasir menceritakan ke Nyai Pasir awal pertamanya menemukan telur itu, sampai dia bawa pulang. Akhirnya kedua suami isteri itu sepakat, telur temuan itu direbus. Setelah masak, separo telur  rebus itu diberikan  Nyai Pasir  kepada suaminya, lalu telur itupun segera dimakan oleh Kyai Pasir dengan lahapnya. Setelah makan, kemudian Kyai Pasir berangkat lagi keladang untuk meneruskan pekerjaan menebang pohon dan bertanam.
Dalam perjalanan kembali ke ladang, Kyai Pasir masih merasakan nikmat telur yang baru saja dimakannya. Namun setelah tiba di ladang, badannya terasa panas, kaku serta sakit sekali. Mata berkunang-kunang, keringat dingin keluar membasahi sekujur tubuhnya. Derita ini datangnya secara tiba-tiba, sehingga Kyai Pasir tidak mampu menahan sakit itu dan akhirnya rebah ke tanah. Kyai Pasir dalam  kebingungan sebab sekujur badannya kaku serta sakit bukan kepalang, dalam keadaan yang sangat kritis ini Kyai Pasir berguling-guling di tanah, kesana kemari dengan dahsyatnya, Gaib menimpa Kyai Pasir, tiba-tiba badanya berubah wujud menjadi ular naga yang besar, bersungut, berjampang sangat menakutkan. Ular Naga itu berguling kesana kemari tanpa henti-hentinya.
Alkisah, Nyai Pasir yang tinggal di rumah dan juga makan separo dari telur yang direbus tadi, dengan tiba-tiba mengalami nasib sama sebagaimana yang dialami suaminya Kyai Pasir. Sekujur badannya menjadi sakit, kaku dan panas bukan main. Nyai Pasir menjadi kebingungan, lari kesana kemari, tak karuan dan tidak tau apa yang harus dilakukan.
Karena derita yang disandang ini akhirnya Nyai Pasir lari ke ladang bermaksud menemui suaminya untuk minta pertolongan. Tetapi apa yang dijumpai, bukannya Kyai Pasir, melainkan seekor ular naga yang besar sekali juga menakutkan. Melihat ular naga yang besar itu Nyai Pasir terkejut dan takut bukan kepalang. Tetapi karena sakit yang disandangnya semakin parah, Nyai Pasir tidak mampu lagi bertahan dan rebahlah ke tanah. Nyai Pasir mangalami nasib gaib yang sama seperti yang dialami suaminya. Begitu ia rebah ke tanah, badannya berubah wujud menjadi seekor ular naga yang besar, bersungut, berjampang, giginya panjang dan runcing sangat mengerikan. Kedua naga itu akhirnya berguling-guling kesana kemari, bergeliat-geliat di tanah ladang itu, menyebabkan tanah tempat kedua naga berguling-guling itu menjadi berserakan dan bercekung-cekung seperti dikeduk-keduk. Cekungan itu makin lama makin luas dan dalam, sementara kedua naga besar itu juga semakin dahsyat pula berguling-guling, namun tiba-tiba dari dalam cekungan tanah yang dalam serta luas itu menyembur air yang besar memancar kemana-mana. Dalam waktu sekejap saja, cekungan itu sudah penuh dengan air dan ladang Kyai Pasir berubah wujud mejadi kolam besar yang disebut Telaga. Telaga inilah yang  oleh masyarakat setempat terdahulu dinamakan Telaga Pasir, karena telaga ini terwujud disebabkan oleh ulah Kyai Pasir dan Nyai Pasir.

2 komentar: